keadilan dalam Al-Quran

Sabtu, 26 Maret 2011

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia terlahir menjadi tidah hanya menjadi makluk individu tetapi juga makhluk sosial, maka dalam hidup manusia menginginkan untuk hidup di dalam masyarakat yang menjujung keadilan. Karena dengan keadilan akan tercipta suatu kehidupan dimana anggota-anggotanya hidup rukun, saling membantu, dan saling membutuhkan. Tidak ada yang berbuat zalim dan tidak pula di zalimi. Keadilan merupakan syarat terciptanya kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat, serta jalan menuju kebahagiaan hakiki di akhirat.
Menegakkan keadilan bukanlah hal yang mudah, karena keadilan menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini akan disampaikan konsep-konsep keadilan berdasarkan Al-Qur’an, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana Al-Qur’an sangat menjunjung tinggi akan keadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Keadilan
Secara bahasa keadilan adalah berasal dari kata “adil” yang diambil dari bahasa arab “adil”. Kamus-kamus bahasa arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”. Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat immateriil. Persamaan yang merupakan makna kata “adil” itulah yang menjadikan perilakunya “tidak berpihak” dan pada dasarnya seseorang yang adil “berpihak pada kebenaran”. Karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu “yang patut” lagi tidak sewenang-wenang.
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun mempunyai hak hidup seperti itu. Jika kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain itu untuk mempertahankan hak hidupnya, sebagaimana kita mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban maka sikap dan tindakan kita akan mengarah kepada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Keadilan dalam Al-Qur’an diungkapkan antara lain dengan kata al-‘adl, al-qisht, dan al-mizan. Al-‘adl yang berarti “sama”, memberi kesan adanya dua pihak atau lebih, karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi persamaan. Kata al-‘adl dengan semua kata turunannya terulang dalam al-Qur'an sebanyak 35 kali.
Al-qisht arti asalanya adalah “bagian” (yang wajar dan patut). Ini tidah harus mengantarkan adanya “persamaan” dan “bagian” dapat diperoleh melalui satu pihak. Karena itu, kata al-qisht lebih umum dari kata ‘adl karena itu qisht itulah yang digunakan. Lafad "al-qisht" terulang sebanyak 24 kali. Perbedaan ‘adl dan qisht juga diungkapkan dalam ayat Al-Qur’an yakni kata al-Qisht digunakan dalam Al-qur’an sebagai kata yang ditunjukkan untuk mmaknai adil yang menunjukkan zat Allah. Seperti tertera dalam QS Ali imron:18. Sedang kata “adl yang didalam Al-Qur’an tertera 35 kali tidak ada yang satu pun yang dinisbatkan kepada Allah menjadi sifatnya.
Keadilan adalah ketetapan Allah bagi kosmos atau alam raya ciptaan-Nya, karena menurut ajaran Islam keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh hajat raya. Oleh karenanya melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmos dan dosa ketidak adilan akan mempunyai dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia. (Nurcholish Majid).

B. Faktor Yang Menunjang Keadilan
Faktor-faktor yang menunjang keadilan antara lain:
a. Tentang di dalam mengambil keputusan. Tidak berat sebelah dalam tindakan. Karena pengaruh hawa nafsu, angkara murka ataupun karena kecintaan kepada seseorang. Rasululah saw dalam salah satu sabdanya mengingatkan agar janganlah seorang hakim memutuskan perkara dalam keadaan marah. Emosi yang tidak stabil biasanya seseorang tidak adil dalam mengambil putusan.
b. Memperluas pandangan dan melihat persoalannya secara obyektif.
Mengumpulkan data dan fakta, sehingga dalam keputusan seadil mungkin.
Jika adil adalah sifat dan sikap Fadlilah (utama) maka sebagai kebalikannya adalah sikap zalim. Zalim berarti menganiaya, tidak adil dalam memutuskan perkara, berarti berat sebelah dalam tindakan, mengambil hak orang lain lebih dari batasnya atau memberikan hak orang lain kurang dari semestinya. Sikap zalim itu diancam Allah dalan firmannya: "Tidakkah bagi orang zalim itu sahabat karib atau pembela yang dapat ditakuti". (Al-mu`min : 18). Dalam ayat lain Allah berfirman lagi : "Dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun".(Ali Imran [3]:192).
Dalam hal ini, ahli-ahli akhlak mengemukakan hal-hal yang mendorong seseorang berlaku zalim.
a. Cinta dan benci. Barang siapa yang mencintai seseorang, biasanya ia berlaku berat sebelah kepadanya. Misalnya orang tua yang karena cinta kepada anak-anaknya, maka sekalipun anaknya salah, anak itu dibelanya. Demikian pula kebencian kepada seseorang, menimbulkan satu sikap yang tidak lagi melihat kebaikan orang itu, tetapi hanya menonjolkan kesalahannya.
b. Kepentingan diri sendiri. Karena perasaan egois dan individualis, maka keuntungan pribadi yang terbayang menyebabkan seseorang berat sebelah, curang dan culas.
c. Pengaruh luar, adanya pandangan yang menyenangkan, keindahan pakaian, kewibawaan, kefasihan pembicaraan, dan sebagainya dapat mempengaruhi seseorang berat sebelah dalam tindakannya. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat menyilaukakn perasaan sehingga langkahnya tidak obyektif. Oleh krena itulah dapat disimpulkan bahwa keadilan dan kezaliman bisa muncul karena adanya beberapa factor, diantaranya:
1) Kondisi orang tersebut pada saat itu
2) Luas dan sempitnya pengetahuan yang dimiliki
3) Latar belakang cinta dan benci
4) Terdorong oleh kepentingan sendiri atau golongan
5) Adanya pengaruh dari luar (ekstern)

C. Keadilan Sosial
Al-Qur’an menetapkan bahwa salah satu sendi kehidupan sosial adalah keadilan. Seperti yang tertera dalam QS An-nahl: 90
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Menurut Imam Ali keadilan itu berbeda dengan kebajikan, keadilan adalah menempatkan sesuatu kepada tempatnya, sedangkan kebajikan adalah kedermawanan yaitu menempatkan dirinya bukan pada tempatnya.
Keadilan sosial bukan berarti mempersamakan semua anggota masyarakat, melainkan mempersamakan mereka dalam kesempatan mengukir prestasi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, mendefinisikan keadilan sosial adalah kerja sama untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu secara organik, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadilan sosial merupakan mempersamakan masyarakat pada tataran mendapatkan hak dalam mendapatkan penghidupan yang layak dalam masyarakat dengan cara bekerja keras serta melaksanakan kwajiban untuk menghormati anggota lain untuk mendapatkan haknya.
D. Perhitungan dan pembalasan
a. Hisab, puncak penerapan keadilan illahi
Allah SWT memiliki sifat kesempurnaan. Salah satu dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya ialah keadilan dan kebijaksanaan. Dia adalah Maha Adil dan tidak akan menganiaya ataupun merugikan seseorang pun dari seluruh makhluknya. Dia maha Bijaksana, maka Dia tidak akan meletakkan sesuatu itu bukan pada tempatnya.
Setengah dari keadilan dan kebijaksanaan Allah SWT adalah bahwa Dia tidak akan mempersamakan antara orang yang berbakti dan taat dengan orang kafir dan durhaka, antara orang mukmin dan orang orang musyrik, juga antara orang yang berbuat baik dan berbuat buruk dan seterusnya. Sebabnya ialah mempersamakan antara dua macam golongan sebagaimana diatas merupakan penganiayaan yang luar biasa serta kekurangan akal yang melampaui batas ketentuan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Jatsiah:21-22.
Apakah orang-orang yang membuat kesalahan-kesalahan itu mengira bahwa Kami (Allah) akan menyamakan mereka dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik itu, yakni dipermakan dalam kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya keputusan yang mereka adakan itu?
Allah itulah yang menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Setiap seseorang itu agar dapat dibalas menurut apa yang telah dilakukannyadan mereka itu tidak akan dianiaya (diperlakukan secara tidak adil). (Q.S Jatsiah: 21-22).
b. Perhitunngan dan pembuktian
Menghitung amalan-amalan dan mencatatnya ialah dengan perantaraan malaikat yang memang diserahi tugas untuk itu. Catatan iu akan dibagi-bagikan kepada pemiliknya masing-masing. Diantara mereka ada yang mengambil catatannya dengan tangan kanannya dan ini merupakan suatu tanda kegembiraan yang akan dapat dirasakan kenikmatanya, tetapi di antara mereka ada yang tidak kuasa mengambil dengan tangan kanannya, oleh karena itu terpaksa menggunakan tangan kirinya atau akan diterima dari balik punggungnya dan ini merupakan tanda keburukan dalam perhitungan amal atau hisab.
c. Allah yang menguasai pelaksanaan hisab
Allah SWT sendiri yang akan mengadakan perhitungan amal seluruh makhluk ini dan tidak perantaraan siapapun juga. Suatu hari ada orang yang bertanya: ya Amirrul Mukminin, bagaimana Allah akan melaksanakan hisab terhadap seluruh umat manusia ini dalam satu waktu saja? Beliau lalu menjawab: “itu tidak ubahnya dengan member rizki kepada seluruh manusia dalam satu waktu dan mereka meminta dalam satu waktu pula”.




BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas kita dapat mengetahui bahwa keadilan sangat penting dalam berbabagai aspek kehidupan manusia. Bahkan Nurcholis Madjid mengatakan makna Keadilan merupakan ketetapan Allah bagi kosmos atau alam raya ciptaan-Nya, karena menurut ajaran Islam keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh hajat raya. Oleh karenanya melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmos dan dosa ketidak adilan akan mempunyai dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia.
Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia telah memberikan tuntunan kepada kita agar senantiasa berbuat baik dan berbuat adil dalam setiap aspek kehidupan. Tuntunan-tuntunan itu hanya bersifat teoritis, dan kita yang akan merealisasikannya dalam kehidupan kita agar tercipta kehidupan yang sejahtera.



Daftar Pustaka
Notowidagdo, Rohiman. 1997. ilmu budaya dasar berdasarkan al-qur’an dan hadist, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://www.duriyat.or.id/artikel/keadilan.html
Shihab, M. Quraish 2007. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan

0 komentar:

Posting Komentar