peran pendidikan

Sabtu, 26 Maret 2011

PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PERKEMBANGAN RELIGIUSITAS ANAK
Makalah ini Disusun Guna Sebagai Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Bu Susilaningsih. M A








Disusun Oleh :
RENI SUSANTI
08410202

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang masalah
Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adi kodrati memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah lama. Para agamawan yang ada memperkuat hubungan tersebut. Karenanya hubungan manusia dengan tuhan menurut pandangan agamawan adalah hbungan yang bersifat kodrati, bukan hasil rekayasa yang bersifat artifisialis.
Usia anak adalah masa dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan akan sangat menetukan bagaimana selanjutnya di masa yang akan dating. Dapat dikatakan bahwa sikap atau kepribadian seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilalui pada masa kanak-kanak. Seseorang yang pada masa kecilnya mendapatkan pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan terhadap hal-hal yang religious, santun, dan ringan tangan (suka membantu) terhadap persoalan social dilingkungan sekitarnya, maka setelah dewasa nanti akan merasakan pentingnya nilai-nilai agama didalam hidupnya (religious) dan kepribadian.
Pendidikan agama haruslah ditanam sejak dini, karena pendidikan agama sangat penting untuk perkembangan jiwa anak. Dengan agama yang berlandaskan akidah dan akhlak dapat mengarahkan perilaku anak ke perilaku anak ke perilaku yang baik. Dengan pendidikan agama tentunya diharapkan adanya implikasi dari rasa agama anak yang baik juga.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana perkembangan rasa agama pada anak?
b. Bagaimana peran pendidikan agama islam dalam perkembangan rasa agama anak?














BAB II
PEMBAHASAN

Rasa agama merupakan nilai-nilai agama yang masuk pada diri manusia sebagai produk yang mengikat dari proses mengalami dalam jangka waktu yang lama.
Dalam pendidikan agama islam manusia sewaktu dilahirkan telah dibekali oleh Allah SWT, dengan berbagai macam ketrampilan dasar atau potensi bawaan yang disebut “fitrah”. Termasuk didalamnya fitrah beragama. Menurut Robert Nuttin mengatakan bahwa dorongan beragama merupakan salah satu dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya seperti makan, minum, intelek, dan sebagainya. Yang tentunya dorongan agama sebagaimana dorongan-dorongan yang lainnya harus dipenuhi agar pribadi manusia menjadi puas dan tenang.
A. Karakteristik perkembangan rasa agama anak
Berdasarkan dengan kodrat tuhan, bahwa kehidupan manusia itu berkembang melalui proses setinkat demi setingkat. Demikian juga dengan kehidupan rasa agama. Rasa agama pada anak juga mengalami perkembangan melaui fase demi fase. Berdasarkan hasil analisis Ernest harm perkembangan agama pada anak-anak terdapat beberapa fase. Dalam bukunya the development of religious on children ia mengatakan bahwa perkembangan rasa agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:
1. The fairy tale stage (tingkat dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tinkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tinkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantatis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolense. Pada masa ini ide ke-tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emotional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a. Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar
b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan)
c. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan usia dan factor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
B. Sifat Agama Pada Anak
Usaha untuk memberikan pendidikan agama islam pada anak hendaklah didahului dengan pemahaman akan sifat-sifat keagamaan yang dimiliki oleh anak. Sehingga kekeliruan pendidikan agama yang diberikan kepada anak dapat dihindari. Walter Houston clark mengemukakan terdapat delapan sifat agama anak, antara lain:
1. Ideas accepted on authority.
Semua pengetahuan yang dimiliki anak semua dating dari luar dirinya terutama dari orang tuanya. Semenjak lahir anak sudah terbentuk untuk mau menerima dan terbiasa untuk mentaati apa yang disampaikan orang tua, karena dengan demikian akan menimbulkan rasa senang dan rasa aman dalam dirinya. Maka nilai-nilai agama yang diberikan oleh orang tua pengganti dengan sendirinya akan terekam dan melekat pada anak. Dalam hal ini maka orang tua mempunyai otoritas yang kuat untuk membentuk religiusitas anak.
2. Unreflective
Anak menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas, maka jarang terdapat anak yang melakukan perenungan (refleksi) terhadap konsep keagamaan yang diterima. Pengetahuan yang masuk pada usia awal dianggap sebagai suatu yang menyenangkan, terutama yang dikemas dalam bentuk cerita. Oleh karena itu konsep tentang nilai-nilai keagamaan dapat sebanyak mungkin diberikan pada usia anak dan sebaiknya disampaikan dalam bentuk cerita.
3. Egosentric
Mulai usia sekitar satu tahun pada anak terkembang kesadaran tentang keberadaan dirinya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egosinya. Sehubungan dengan hal itu maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dirinya dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya. Seorang anak yang kurang mendapat kasih saying dan selalu mengalami tekanan akan bersifat kekanak-kanakan (childist) dan memiliki sifat ego yang rendah. Hal yang demikian mengganggu pertumbuhan keagamaannya.
4. Antromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke-Tuhanan pada anak berasal dari hasil pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep ke-Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan.
Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa peri keadaan Tuhan itu sama denganmanusia. Pekerjaan tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang gelap.
Surga terletak dilangit dan untuk tempat orang yang baik. Anak menganggpa bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung kerumah-rumah mereka sebagai layaknya orang mengintai. Konsep ke-Tuhanan yang demikian itu mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.
5. Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian besar tumbuh mula-mula sevcara verbal (ucapa). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang di ajarkan kepada mereka. Sepintas lalu kedua hal tersebut kurang ada hubungannya dengan perkembangan agama pada anak di masa selanjutnya kehidupan agama anak itu di usia dewasanya. Bukti menunjukkan bahwa banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kanak-kanak mereka. Sebaliknya belajar agama di usia dewasa banyak mengalami kesukaran. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat ritualis (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu cirri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.
6. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdo’a dan shalat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Para ahli jiwa menganggap, bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat penitu ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.
Menurut penelitian Gillesphy dan Young terhadap sejumlah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi menunjukkan, bahwa anak yang tidak mendapat pendidikan agama dalam keluargag tidak akan dapat diharapkan menjadi pemilik kematangan agama yang kekal.
Walaupun anak mendapat ajaran agama tidak semata-mata berdasarkan yan mereka peroleh sejak kecil namun pendidikan keagamaan (religious paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behavior) melalui sifat meniru itu.
7. Spontaneous in some respects
Berbeda dengan sifat imitative anak dalam melakukan perilaku keagamaan, kadang-kadang muncul perhatian secara spontan terhadap masalah keagamaan yang bersifat abstrak. Misalnya tentang surge, neraka, tempat Tuhan berada, atau yang lainnya. Keadaan tersebut perlu mendapatkan perhatian dari orang tua atau pendidik agama, karena dari pertanyaan spontan itulah sebenarnya permulaan munculnya tipe primer pengalaman religiusitas yang dapat berkembang.
8. Wondering
Ini bukan jenis ketakjuban yang mendorong munculnya pemikiran kreatif dalam arti intelektual, tetapi sejenis takjub yang menimbulkan rasa gembira dan heran terhadap dunia baru yang terbuka di depannya. Bagi anak usia antara tiga sampai enam tahun, kejadian sehari-hari yang dianggap biasa oleh orang dewasa dapat menjadi sesuatu yang menakjubkan, misalnya keramaian lalu lintas, susunan kaleng warna warni di took, dan lain sebagainya. Suasana ketakjuban dan kegembiraan ini masih dapat terbawa pada usia dewasa, ketika seseorang memproyeksikan ide-idenya mengenai Tuhan dan ciptaanNya serta menemukan rasa ketakjuban di sana. Pada anak rasa takjub ini dapat menimbulkan ketertarikan pada cerita-cerita keagamaan yang bersifat fantastis, misalnya peristiwa mukjizat pada sejarah nabi-nabi, serta cerita kehebatan para sahabat dan pahlawan islam. Peristiwa-peristiwa itu akan terkembang bebas dalam alam fantasi anak yang akan dapat menjadi dasar kekaguman dan kecintaan pada Nabi dan sifat-sifat beliau.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan rasa agama anak
Secara garis besar faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan rasa agama anak antara lain ialah:
a. Faktor Intern
Perkembangan rasa agama anak selain ditentukan oleh factor ekstern juga di tentukan oleh factor intern antara lain ialah
· Faktor Hereditas
· Tingkat Usia
· Kepribadian
· Kondisi Kejiwaan
b. Faktor Ekstern
Potensi yang dimiliki manusia secara umum di sebut fitrah keagamaan, yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid. Sebagai potensi, maka perlu adanya pengaruh yang berasal dari luar diri manusai. Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaan, pelatihan, pendidikan, dan sebagainya yang secara umum di sebut sosialisasi.
Faktor yang di nilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan anak dapat dilihat dari lingkungan di mana seorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:
· Lingkungan keluarga
· Lingkungan institusional
· Lingkungan masyarakat
D. Peran pendidikan agama islam pada perkembangan anak
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan funsi-funsi psikis pada anak, ditunjang oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam passage waktu tertentu, menuju kedewasaan. Perkembangan juga dapat diartikan pula sebagai prose transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh factor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif- menjadi secara continue.
Sebagaimana yang di sadur oleh susilaningsih, mengatakan bahwa penanaman nilai-nilai keagamaan (pendidikan agama) yang meliputi masalah akidah (konsep tentang ketuhanan), ibadah dan akhlak (nilai-nilai moral) yang berlangsung semenjak usia dini dapat membentuk jiwa keagamaan anak mengakar secara kuat dan mempunyai pengaruh sepanjang hayat.
Pentingnya pendidikan agama islam di tanamkan semenjak usia anak adalah supaya yang menjadi dasar atau warna pertama yang berpengaruh masuk dalam diri anak adalah nilai-niali yang berasal dari agama islam.
Pada anak tingkat dongeng dapat kita gunakan untuk merespon fantasi dan anak emosi anak. Walaupun tanggapan anak belum menunjukkan hasil yang signifikan, namun hal ini dapat menumbuhkan dan merangsang daya piker anak. Dengan pelatihan membaca bacaan al-Qur’an serta menghafal surat-surat pendek, dalam al-qur’an, anak akan mengenal pelajaran baru yang berkaitan dengan agamanya . salah satu pendukung dalam hal ini adalah anak mengikuti TPA di masjid agar ia dapat belajar dengan dengan baik. Dan dapat berinteraksi dengan kawan sebayanya. Pada tahap berikutnya menunjukkan bahwa anak mulai dapat berfikir realitas. Sehingga ini merupakan fase yang sangat penting bagi pendidik maupun orang tua untuk bagi pendidikmaupun orang tua untuk meningkatkan pemberian ajaran-ajaran agamanya. Karena anak akan mengalami ketertarikan yang signifikan terhadap apa yang diakukan oleh di jarkan oleh orang-orang disekitarnya.
a. Pendidikan Akidah Pada Anak
Bagi orang tua yang akan menanamkan pendidikan aqidah atau keimanan pada anaknya yakni orang tua tidak perlu mamaksa anak untuk memahami lebih jauh tentang konsep keimanan, tetapi yang lebih utama adalah mengenalkan tuhannya, yakni allah swt, kalimat tauhid, yang kesemuanya itu dipraktekkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pendidikan Ibadah Pada Anak
Bagi orang tua yang dalam memberikan pendidikan pada anak adalah menciptakan suasana keluarga yang penuh kegiatan-kegiatan agamis. Karena dalam usia anak, anak akan menirukan apa yang dilihatnya dan didengarkan.

BAB III
PENUTUP

Rasa agama merupakan nilai-nilai agama yang masuk pada diri manusia sebagai produk yang mengikat dari proses mengalami dalam jangka waktu yang lama.
Pentingnya pendidikan agama islam di tanamkan semenjak usia anak karena anak dilahirkan hanya membawa potensi maka supaya yang menjadi dasar atau warna pertama yang berpengaruh masuk dalam diri anak adalah nilai-nilai yang berasal dari agama islam, sehingga nilai-nilai itu bisa masuk dalam diri anak tersebut, dan nilai tersebut dapat menjadi kristal nilai pada anak dan akan di kembangkan dalam fase kehidupan selanjutnya.









DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Perkembangan. Mandar Maju: Bandung
Jalaludin. 2002. Psikologi Agama. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta
Susilaningsih. 1994. Makalah diskusi Perkembangan Religiusitas pada Usia Anak.
http: //rikhanfuadi.blogspot.com/2009/12/psikologi-anak dan remaja.html

0 komentar:

Posting Komentar